Setiap tahun untuk meningkatkan kesadaran publik akan masalah tentang degradasi lahan dan kekeringan diperingati dengan Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia atau yang lebih dikenal sebagai World Day to Combat Desertification (WDCD) yang jatuh setiap tanggal 17 Juni, yaitu sejak ditetapkannya oleh Majelis Umum PBB melalui resolusi majelis Umum A/RES/49/115 di tahun 1994.
Gambar 1. Degradasi Lahan di Norwegia (Sumber: Tribunnews.com)
Menurut FAO (Food and Agriculture Organization) Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan, baik yang sifatnya sementara maupun tetap. Lahan terdegradasi dalam definisi lain sering disebut lahan tidak produktif, lahan kritis, atau lahan tidur yang dibiarkan terlantar tidak digarap dan umumnya ditumbuhi semak belukar. 17 juni merupakan momen unik untuk mengingatkan semua orang bahwa ketika tanah terdegradasi dan tidak lagi menjadi produktif, ekosistem akan memburuk dan berubah. Tanah sendiri merupakan salah satu sumber daya alam yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Salah satu fungsi tanah yang cukup penting adalah sebagai penyimpan cadangan air. Dengan demikian, akan menyebabkan kekeringan dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
Lahan yang terdegradasi bukan hanya sekedar lahan yang tidak produktif, tetapi juga dapat menjadi sumber bencana, seperti kekeringan yang menyebabkan kebakaran dan bisa berdampak terhadap terjadinya percepatan pemanasan global. Akibat negatif adanya lahan terdegradasi dan kekeringan tidak hanya dirasakan di lokasi di mana lahan terdegradasi berada, tetapi menyebar sangat jauh dan luas.
Gambar 2. Kebakaaran Hutan di Kalimantan Barat (Sumber: media indonesia)
Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia tahun ini mengangkat tema “Bangkit dari kekeringan bersama” dengan seiring perubahan ilkim global, meningkatnya degradasi lahan, bertambahnya jumlah penduduk, dan makin terbatasnya ketersediaan air membuat ancaman kekeringan semakin meningkat. perebutan penggunaan air meningkatkan konflik di masa mendatang, baik untuk air minum, kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan sebagainya merupakan masalah yang sangat penting. Berdasarkan data yang didapat oleh UNICEF pada 2019, Secara global satu dari empat orang di dunia kekurangan air minum dan satu dari tiga orang tidak mendapat sarana sanitasi yang layak.
Gambar 3. Kekeringan di Etiopia (Sumber: news.detik.com)
Kekeringan merupakan bencana yang memberikan dampak menyeluruh terhadap komponen kehidupan. Tanaman menjadi bagian penting dari siklus oksigen dan menjadi sumber pangan bagi manusia dan hewan. Jika tanaman mati, maka siklus ekosistem dan sumber makanan bagi hewan dan manusia akan berkurang. Tidak hanya tumbuhan yang akan mati, bahkan ancaman kematian juga dapat terjadi pada manusia akibat kekurangan cairan dan kekurangan makanan. Tubuh yang kekurangan cairan akan mengalami dehidrasi dan mengancam jiwa.
Tanaman menyokong sistem makanan manusia dan menyediakan rumah bagi beragam spesies. Termasuk manusia, melalui bahan bangunan. Apabila tanaman terutama pohon lenyap dikarenakan degradasi tanah dan kekeringan, demikian juga lenyapnya keanekaragaman spesies planet ini yang dapat menjadi pemicu utama kepunahan di dunia.
Gambar 4. Ilustrasi Fotosintesis (Sumber: Freepik.com)
Iklim bumi juga akan berubah secara drastis, dimana tanaman berkontribusi pada pengurangan emisi dan pembentukan awan dan curah hujan. Bahkan menurut Menteri Kehutanan periode 2009-2014 Zulkifli Hasan, satu pohon diketahui bisa menyerap gas C02 atau karbondioksida hingga 28 ton per tahun dan menampung air hingga 100 liter per tahun. Tanaman sendiri menjadi memediasi siklus air dengan bertindak sebagai pompa biologis, tanaman menyedot air dari tanah dan menguap ke atmosfer dengan mengubahnya dari cairan menjadi uap (Awan). Maka, berkurangnya tanaman akan berbanding terbalik dengan meningkatkan potensi kekeringan yang lebih besar.Â
Bibit penyakit juga akan muncul jika kekeringan terjadi. Hal ini disebabkan karena kebersihan tubuh dan lingkungan tidak terjaga karena ketiadaan air yang bermanfaat untuk membersihkan tubuh dan lingkungan. Air juga berguna untuk membersihkan bahan makanan sehingga layak dikonsumsi manusia, Bahan makanan yang bersih dapat menunjang kesehatan tubuh. Hal ini karena kotoran dan bakteri yang menempel di bahan makanan dan telah hilang saat dibersihkan menggunakan air.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan Standar Air Bersih melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan Pemandian Umum. Air untuk kebutuhan sanitasi memiliki karakter tidak berbau dan tidak berasa, tidak keruh atau memiliki tingkat kekeruhan yang rendah. Sementara itu, air yang bisa diminum memiliki karakter tidak mengandung bahan kimia beracun, tidak memiliki kandungan logam (besi, aluminium, timbal, dll), dan tidak mengandung kuman atau bakteri penyakit seperti E–Coli dan bakteri Salmonela yang dapat menyebabkan diare.
Untuk mendapatkan air yang bersih dan layak sesuai dengan target Sustainable Development Goals (SDG) 6.2 diperlukan safely managed. safely managed merupakan tindakan pencegahan pencemaran air dari kontaminasi kuman dan bakteri seperti membangun jamban, dan mengelola kotoran tinja dengan aman, serta mencuci tangan.
Gambar 5. Ilustrasi Kelaparan karena Kekeringan (Sumber: Rimbakita.com)
Oleh karena itu Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD) menyerukan kepada semua anggota komunitas global untuk memperlakukan tanah sebagai modal alam yang terbatas dan berharga, dan mendorong keras untuk memulihkan tanah. Melalui Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia (Desertification and Drought Day), diharapkan masyarakat global memahami penting dan berharganya lahan dan air yang ada.
Â
Daftar Pustaka:
Elviriadi, E., & Siregar, M. S. Degradasi Lahan dan Solusinya di Provinsi Riau, Indonesia. Dinamika Lingkungan Indonesia, 6(1), 26-36.
Kemenkes RI. (2017). Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aquadan Pemandian Umum.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2012). 17 Juni, Hari Dunia Penanggulangan Degradasi Lahan 2012, SIARAN PERS Nomor : S.365/PHM-1/2012.
Maarif, S. (2011). Meningkatkan Kapasitas masyarakat dalam mengatasi risiko bencana kekeringan. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 13(2), 65-73.
UNICEF. 2021. Drinking water. https://data.unicef.org/topic/water-and-sanitation /drinking-water/.
Wahyuni, H., & Suranto, S. (2021). Dampak deforestasi hutan skala besar terhadap pemanasan global di Indonesia. JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 6(1), 148-162.
Wahyunto, W., & Dariah, A. (2014). Degradasi lahan di Indonesia: kondisi existing, karakteristik, dan penyeragaman definisi mendukung gerakan menuju satu peta.
Zuraya, Nidia. 2011. https://eppid.perhutani.co.id/menuju-indonesia-hijau-dengan- gerakan-satu-miliar -pohon/.